Berita Terkini

KPU Gelar Uji Publik Draft PKPU Terkait Pilkada

Jakarta - Komisi pemilihan Umum (KPU) RI gelar acara uji publik mengenai rancangan peraturan KPU terkait penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota, Rabu, (11/3). Acara yang berlangsung di ruang rapat lantai II Gedung KPU RI, Imam Bonjol, Jakarta tersebut dihadiri oleh perwakilan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) penggiat pemilu, perguruan tinggi, Pusat Penelitian Politik LIPI, partai politik peserta pemilu, dan media massa. Dalam pembukaannya, Ketua KPU RI, Husni Kamil Manik yang didampingi oleh Sekretaris Jenderal KPU RI, Arif Rahman Hakim dan lima Komisioner KPU RI menjelaskan bahwa draft peraturan yang akan dilakukan uji publik antara lain: Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota; Pemutakhiran Data dan Daftar Pemilih Dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota; Pencalonan Dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota. Setelah melakukan uji publik, Husni mengutarakan bahwa KPU akan melakukan perbaikan atas masukan para peserta uji publik. Kemudian hasil perbaikan tersebut akan dikonsultasikan dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan pemerintah, untuk kemudian menetapkannya sebagai peraturan. “Draft peraturan ini setelah melampaui uji publik, nanti kami akan melakukan perbaikan apa yang telah diusulkan dalam forum ini, dan hasil perbaikan itu kami akan ajukan konsultasi dengan DPR dan pemerintah. Setelah itu kami akan menetapkannya sebagai peraturan,” tuturnya. Penetapan tersebut, lanjut Husni, akan dilakukan KPU paling lambat pertengahan April. KPU menargetkan sepuluh peraturan terkait penyelenggaraan pilkada dapat ditetapkan secara bersamaan sebelum tahapan penyelenggaraan pilkada dimulai. “Penetapan draft PKPU sebagai peraturan, kami menargetkan awal bulan April 2015 ini, paling telat pertengahan bulan April, sepuluh paket peraturan yang telah dibahas hampir setengah tahun ini akan ditetapkan berbarengan, jadi kita berharap sebelum tahapan penyelenggaraan pilkada dilakukan, paket peraturannya telah tuntas,” lanjut Husni. Ia berharap sebelum 18 Maret 2015 proses penomoran Undang-Undang No 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota dapat tuntas dan segera diterbitkan, sehingga isi dari draft PKPU dapat merujuk pada UU tersebut. “Mudah-mudahan sebelum tanggal 18 Maret ini Undang-Undang nya bisa diterbitkan, sehingga kami bisa menyesuaikan isi dari draft peraturan ini merujuk kepada Undang-Undang nya,” ujar dia. Lebih lanjut, Husni menginformasikan bahwa dalam rancangan PKPU mengenai Tahapan, Program dan Jadwal, KPU mengusulkan hari pemungutan suara untuk pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2015 dilaksanakan pada 9 Desember 2015. Hari tersebut dipilih dari dua pilihan hari pemungutan suara, yaitu pada 2 Desember 2015 atau 9 Desember 2015. “Dalam draft tentang tahapan, program, dan jadwal, kami mengajukan hari pemungutan suara pilkada serentak tahun 2015 adalah tanggal 9 Desember 2015. Kami tadinya mempertimbangkan tanggal 2 atau tanggal 9. Tapi dalam draft ini yang menjadi patokan adalah tanggal 9 Desember 2015,” tutur Husni. Meskipun dalam draft PKPU mengenai Tahapan, Program dan Jadwal sudah menyebutkan tanggal pemungutan suara dalam pilkada serentak Tahun 2015, Husni menyatakan bahwa peserta uji publik dapat memberikan masukan lain atas tanggal pemungutan suara yang dirasa paling tepat. “Ini ajuan, mungkin saja nanti bapak, ibu punya masukan lain, tanggal berapa yang paling tepat. Kalau dalam UU yang ditetapkan oleh DPR, rekomendasi nya bulan Desember. Kami berharap peran serta bapak, ibu dapat memberi masukan optimal kepada kami, sehingga kualitas PKPU yang kita terbitkan untuk pilkada ini bisa meningkat lebih baik,” tutup nya. Sumber : http://www.kpu.go.id/

Goverment Public Relations (GPR) Pilar Penting Demokrasi Birokrasi

Jakarta - Public Relations atau Hubungan Masyarakat (Humas) adalah, salah satu bagian struktur organisasi yang berfungsi mengkomunikasikan baik produk ataupun layanan informasi yang dimiliki oleh organisasi tersebut kepada publik. Seiring dengan perubahan dunia yang dinamis dengan kemajuan tehnologi informasi, kenyataannya hingga saat ini Humas pemerintah belum menunjukan pengaruh nyata sebagai garda terdepan di instansinya. Padahal Humas pemerintah adalah ujung tombak suatu instansi dalam membangun komunikasi dua arah antara pemerintah dengan masyarakat. Hal ini ditekankan oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno ketika membuka secara resmi forum tematik kelembagaan, informasi dan kehumasan bertema "Penguatan kelembagaan Humas Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Mendukung Fungsi Goverment Public Relations (GPR).". "Humas merupakan pilar penting dalam demokrasi suatu birokrasi, fungsi humas selain menyampaikan sesuatu yang akan dilakukan pemerintah kepada masyarakat, juga dapat sebagai pendengar apa yang diinginkan masyarakat." jelas Pratikno. Ia juga menambahkan, melalui komunikasi/penyampaian informasi, suatu program pemerintah dapat sukses karena mendapatkan dukungan masyarakat, disana menurutnya fungsi dan keberadaan Humas menjadi bagian penting. Kegiatan yang diselenggarakan oleh Badan Koordinasi Kehumasan (Bakohumas) Pemerintah dengan Kementerian Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet, Kamis (5/3), juga dihadiri Menteri Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Rudiantara, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) Yuddy Chrisnandi, Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto dan Humas Kementerian/Lembaga/Instansi Pemerintah seluruh Indonesia. Mendukung pernyataan Mensesneg, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi BirokrasiYuddy Chrisnandi menegaskan, bahwa Pengelolaan dan tata kelola suatu informasi melalui fungsi kehumasan yang dilaksanakan aparatur pemerintah telah diatur dalam Undang - Undang dan peraturannya. "Bagaimana pengelolaan atau tata kelola suatu informasi melalui fungsi kehumasan yang dilaksanakan oleh aparatur pemerintah diatur dalam pasal 28 Undang - Undang Dasar 1945, UU KIP Nomor 14 Tahun 2008 dan Peraturan Kemenpan Nomor 30 Tahun 2011 sebagai dasar hukum." terang Yuddy. Ditambahkan Yuddy, Humas pemerintah mempunyai peran penting dalam pengelolaan dan penyampaian suatu informasi yang benar dan profesional sehingga dapat menjadi suatu opini publik yang positif untuk pemerintah. Sementara itu dalam diskusi Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menjelaskan, bentuk komunikasi dalam penyampaian informasi menuntut inovasi dari para praktisi Humas, pemanfaatan media tehnologi seiring dengan perubahan dunia yang dinamis dapat memperluas cakupan jangkauan serta mempermudah penerimaan informasi. "perubahan luar biasa terjadi dalam hal kehumasan, terutama pada pemanfaatan tehnologi baru dalam konteks penyampaian informasi/komunikasi. masyarakat saat ini membutuhkan sesuatu yang bersifat reachable, dengan pemanfaatan tehnologi media saat ini selain dapat memperluas jangkauan juga mempermudah penerimaan informasi yang disampaikan." ungkap Rudi yang pernah menjabat sebagai Komisaris Independen PT. Indosat. Rudi mencontohkan penggunaan media online seperti media sosial tweeter untuk penyampaian informasi, ia menyarankan pada para peserta untuk mulai menggunakan aplikasi messenger atau media sosial sebagai salah satu sarana penyebaran dan penghimpunan informasi, tanpa mengesampingkan media konvensional cetak dan elektronik. Melalui Forum ini kiranya dapat memperkuat kelembagaan dan peran Humas di tiap institusi pemerintah, dalam mewujudkan pelaksanaan tugas diseminasi informasi strategis kepada masyarakat. Sumber : http://www.kpu.go.id/

Subsidi APBN Dapat Mencegah Politisasi Anggaran Pilkada

Jakarta - Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota akan dilakukan perubahan oleh DPR. Perubahan UU tersebut akan mempengaruhi pengaturan dan sistem pemilu di Indonesia. Salah satu rencana perubahan yang dimaksud adalah masuknya subsidi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam anggaran pilkada serentak. Subsidi APBN tersebut diharapkan dapat mencegah politisasi anggaran yang sering terjadi dalam pilkada, terutama dalam kampanye pilkada. Khusus mengenai dana kampanye dan audit dana kampanye pilkada, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) ingin memberikan rekomendasi kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU). Untuk itu, Perludem menggelar diskusi bersama Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Kamis (5/3) di Media Centre KPU RI. “KPU harus membuat sanksi terhadap pasangan calon yang tidak membuat laporan dana kampanye, tidak hanya bagi pasangan calon yang menang, tetapi juga pasangan calon yang kalah. KPU juga harus memberikan pembatasan pemasukan atau penerimaan sumbangan dana kampanye yang ukurannya dari besaran belanja dana kampanye,” tutur Ketua Perludem, Didi Suprianto. Sementara itu, Peneliti ICW Donal Fariz mengungkapkan, peran strategis KPU dalam mencegah praktek tindakan korupsi, terutama menyangkut pelaksanaan pilkada. Apabila kandidat peserta pilkada berhutang kepada cukong-cukong pemilu dalam pembiayaan pilkada sebagai penyumbang dana, maka akses korupsi akan menjadi terbuka. Cukong-cukong tersebut akan mendekati kandidat yang berpotensi menang besar dalam pilkada. “Pengumpulan dana kampanye dan belanja kampanye harus terbuka, mengingat belum adanya kesadaran utuh dari peserta pemilu, maka butuh upaya paksa dari penyelenggara pemilu dalam peraturannya. KPU harus mempersempit celah-celah yang bisa dimanfaatkan, hal itu dengan memantau pengumpulan dan belanja dana kampanye,” tutur Donal Fariz. Donal menambahkan, KPU dan KPU di daerah bisa bekerjasama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam hal tersebut. Hasil PPATK tersebut nantinya bisa disandingkan dengan hasil Kantor Akuntan Publik (KAP), sehingga akan terlihat apabila ada kecurangan. Kemudian apabila KPU memiliki keterbatasan kewenangan dalam memonitor rekening khusus dana kampanye (RKDK), hal tersebut dapat juga dilakukan oleh Bawaslu. Kemudian Koordinator advokasi dan investigasi FITRA, Apung Widadi mengungkapkan konsep pilkada serentak ini adalah penghematan anggaran, sehingga aturan mainnya jangan sampai kontradiktif. Seperti subsidi dana kampanye dari APBN juga tidak boleh kontradiktif dan malah memboroskan keuangan negara. FITRA telah melakukan rekomendasi mengenai adanya tumpang tindih antara APBN dan APBD, karena dalam pilkada serentak ini ada beberapa item yang pembiayaannya memakai APBN. “FITRA lebih mendorong penggunaan APBN, agar daerah tidak seenaknya mengalokasikan anggaran pilkada, padahal anggaran pendidikan dan kesehatan justru lebih rendah daripada anggaran pilkada. Subsidi APBN ini juga dilakukan dalam upaya menghilangkan politisasi anggaran, sehingga tidak ada lagi dana bantuan sosial atau bansos untuk pilkada, tidak ada lagi kepala daerah yang memanfaatkan celah ini, dan ini adil bagi seluruh peserta pilkada,” papar Apung Widadi. Metode pembiayaan pilkada juga harus jelas, tambah Apung, bagian mana yang menggunakan APBD dan bagian mana yang menggunakan subsidi APBN. Apung mencontohkan, anggaran pelaksaan pemungutan suara pilkada menggunakan APBD, sedangkan khusus dana kampanye bisa dikelola KPU menggunakan APBN. Penggunaan APBN ini juga dapat mengurangi intervensi terhadap KPU di daerah, pengawasannya juga terpusat dan ada standar yang sama seluruh Indonesia. Sumber : http://www.kpu.go.id/

Tetap Bersikap Netral, KPU Akan Klarifikasi Semua Kepengurusan Partai

Jakarta - Dalam tahapan pencalonan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI akan lakukan klarifikasi atas semua data kepengurusan partai politik peserta pemilu. “Nanti sebelum tahap pencalonan, kami ingin mendapatkan data kepengurusan partai politik yang terdaftar secara resmi di Kemenkum HAM,” tutur Komisioner KPU RI, Hadar Nafis Gumay, Senin (2/3). Ia menambahkan, untuk memenuhi prinsip keadilan, klarifikasi kepengurusan partai politik tersebut berlaku untuk semua partai peserta pemilu, tidak hanya partai politik yang tengah mengalami permasalahan dualisme kepengurusan. “Tidak hanya partai politik yang katakanlah punya permasalahan, tapi seluruh partai politik. Jadi yang terdaftar yang mana dengan kepengurusannya yang mana, itu yang akan menjadi pegangan KPU dalam bekerja,” lanjutnya dihadapan perwakilan DPP Partai Golkar hasil Munas XIII, Pekanbaru, Riau Tahun 2009, Idrus Marham dan Rambe Kamarul Zaman yang siang tadi mengunjungi Kantor KPU RI, Jl. Imam Bonjol No. 29 Jakarta. Atas pernyataan tersebut, perwakilan DPP Partai Golkar hasil Munas XIII Riau, Idrus Marham menyampaikan bahwa KPU melakukan langkah yang bijak jika akan melakukan klarifikasi terhadap semua kepengurusan partai. “Kami menghormati sikap KPU yang akan melakukan klarifikasi atas semua kepengurusan partai politik. Saya kira itu bagus, jadi tidak saja kepada partai politik yang dianggap bermasalah tetapi keseluruhan, saya kira itu langkah yang sangat bijak, dan kami apresiasi itu,” ujar Idrus. Sebelumnya, Idrus menyampaikan surat Menteri Hukum dan HAM tanggal 5 Februari 2015 yang masih mengakui kepengurusan Partai Golkar hasil Munas XIII Riau Tahun 2009. Sehingga sampai dengan tahun 2015 kepengurusan Partai Golkar hasil Munas Riau itu masih berhak menjalankan roda organisasi. “Sesuai surat Menteri Hukum dan HAM yang dikirimkan kepada kami pada 5 Februari 2015, kepengurusan DPP Partai Golkar hasil Munas XIII, Riau Tahun 2009 masih terdaftar hingga 2015. Dengan demikian kami jelaskan kepada KPU yang melaksanakan roda organisasi adalah DPP Partai Golkar hasil Munas Riau. Sampai adanya putusan baru terkait dengan perselisihan kepengurusan Partai Golkar,” ujarnya. Pada kesempatan yang sama, Komisioner KPU RI, Sigit Pamungkas berpendapat bahwa dualisme kepengurusan partai dapat menghambat proses pencalonan yang dilakukan oleh partai politik, karena dalam pencalonan, calon terpilih harus diajukan oleh kepengurusan yang sah. “Ini memang menjadi persoalan bagi partai kalau ada masalah seperti ini, karena untuk mencalonkan harus disetujui oleh orang yang tepat di dalam kepengurusan partai tersebut dan sekaligus periodenya masih berlaku. ini syarat yang penting dalam tahap pencalonan,” tuturnya. Mengenai dualisme kepengurusan partai Golkar tersebut, Idrus menegaskan bahwa hal tersebut tidak akan mempengaruhi jalannya pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota yang rencananya akan berlangsung secara serentak. “Dalam persoalan ini, baik kalah atau menang Partai Golkar berkomitmen untuk mengakomodasi semua pihak, sebagai partai dewasa, kami yakin persoalan intern ini tidak akan mengganggu jalannya proses pilkada,” tutur Idrus. Sumber : http://www.kpu.go.id/

KPU RANCANG PUSAT PENDIDIKAN PEMILIH

Jakarta, Kehadiran pemilih yang cerdas berdemokrasi menjadi salah satu kunci untuk meningkatkan kualitas Pemilihan Umum (Pemilu). Untuk menunjang hal itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) saat ini mulai merancang Pusat Pendidikan Pemilih yang nantinya dapat menjadi rujukan masyarakat dalam mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan kepemiluan. Terkait dengan hal tersebut, KPU mengundang beberapa pakar untuk mendiskusikan dan mendapatkan masukan dalam membangun pusat pendidikan pemilih yang berbobot dan berkualitas, bertempat di Ruang Sidang Lt. 2 Gedung KPU, Jl. Imam Bonjol No. 29, Jakarta, Rabu (25/2). “Literasi ataupun referensi mengenai pusat pendidikan pemilih tidaklah terlalu banyak, maka kami mengundang para pakar sekalian dalam rangka merumuskan konsep pusat pendidikan pemilih itu seperti apa nantinya” ujar Komisioner KPU Sigit Pamungkas. Hadir sebagai pembicara pada diskusi tersebut R. Siliwati Direktur Politik dan Komunikasi Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas), M. Afiduddin Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat (JPPR), Sri Budi Eko Wardhani Puskapol Fisip UI, dan Pieta Mamo perwakilan Australian Election Commision (AEC). Menurut Sigit, isu penting pada pendirian pusat pendidikan pemilih ialah menyangkut informasi apa saja yang ada didalamnya, kegiatan ataupun program yang akan berjalan, konsep managemen, serta sarana dan prasarana pendukung. “Kegiatan atau program apa saja untuk mengaktivasi pusat pendidikan pemilih sehingga ini akan hidup terus. Bukan hanya ketika pemilu, tapi juga pasca pemilu. Sehingga pusat pendidikan pemilih ini tidak akan kosong atau tidur dalam waktu lama,” katanya. Sri Budi Eko Wardhani pada paparannya mengusulkan sejumlah program dan kegiatan di dalam pusat pendidikan pemilih tersebut, sehingga kelak, dapat menempatkan pemilu yang berbasis kepada kepentingan pemilih. “Beberapa program dan kegiatan diantaranya ialah adanya pusat dokumentasi kepemiluan, modul, rekruitmen fasilitator, kerja sama dengan lembaga pendidikan serta melakukan pendidikan pemilih itu sendiri kepada masyarakat,“ katanya. Direktur Politik dan Komunikasi Bappenas Siliwati mengungkapkan, keberhasilan pendidikan pemilih bukan hanya ditentukan oleh kuantitas atau nominal angka paritipasi masyarakat dalam pemilu, tetapi juga kualitas dari pemilih itu sendiri. “Penting untuk membangun pendidikan pemilih yang mempunyai standar dan dibuat berdasarkan kawasan atau region, sehingga dapat menjangkau penduduk kita yang mencapai 240 juta jiwa”, ungkapnya Selain itu, Peita Mamo dari AEC menceritakan dan berbagi pengalaman tentang pengelolaan pendidikan pemilih yang ada di negara Australia yang memfokuskan kepada pemilih pemula. “Target pendidikan pemilih di negara kami lebih dikedepankan kepada pemilih pemula dan sekolah, mulai dari Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) sampai tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA),” pungkas Peita yang didampingi oleh interpreter. Sumber : http://www.kpu.go.id

KPU DAN KEMENDAGRI GELAR RAPAT PERSIAPAN PILKADA

Jakarta, Menyongsong penyelenggaraan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota serentak di tahun 2015, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengundang Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk melakukan pertemuan terkait persiapan pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tersebut, Selasa (24/2) di kantor KPU RI. Pertemuan tersebut membahas persiapan-persiapan antara lain dari sisi anggaran, daerah yang menyelenggarakan pilkada, dan faktor-faktor penunjang pelaksanaan pilkada. Untuk itu, KPU mengundang perwakilan Kemendagri dari tiga Direktorat Jenderal, yaitu Otonomi Daerah (Otda), Keuangan Daerah, dan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol). “Fasilitasi Pilkada tidak hanya dari sisi anggaran, tetapi juga fasilitasi pelaksana, tenaga ad hock, PPS, KPPS, ketertiban, dan juga tempat pelaksanaan, mengingat proses rekapitulasi nantinya di kelurahan ditiadakan, sehingga dari TPS langsung ke PPS di kecamatan, sehingga perlu diperhatikan lokasi kantor kecamatan yang akan menampung logistik pemilu dan kerumunan massa pendukung,” ujar Ketua KPU RI Husni Kamil Manik yang didampingi jajaran Anggota KPU RI, Sekjen KPU RI, dan Pejabat Sekretariat Jenderal KPU RI. Husni menekankan perlunya kondisi aman dan nyaman dalam pelaksanaan Pilkada, sehingga perlu perhatian serius dengan strategi yang disesuaikan dengan masing-masing daerah. Mengenai persoalan anggaran, terdapat beberapa daerah yang belum terpenuhi anggaran dalam APBD untuk Pilkada di tahun 2015. Kemudian mengenai jumlah daerah yang akan menyelenggarakan Pilkada, perlu diperhatikan rencana awal 204 daerah menjadi 272 daerah yang akan Pilkada serentak di tahun 2015, termasuk bagi Daerah Otonom Baru (DOB). Husni juga mengungkapkan bahwa KPU RI juga tidak mempunyai anggaran untuk Pilkada, karena tidak ada peran operasional KPU RI dalam Pilkada. Namun, dalam UU Nomor 1 Tahun 2015 yang sedang direvisi, KPU RI menjadi penanggungjawab akhir pelaksanaan Pilkada serentak ini, sehingga KPU RI melakukan tugasnya sesuai basis kinerja yang sudah diatur, tetapi tanpa anggaran. Dalam kesempatan tersebut, Sekretaris Direktorat Jenderal Otonomi Daerah (Ditjen Otda) Susilo yang mempimpin rombongan Kemendagri menjelaskan bahwa Kemendagri sudah melakukan komunikasi dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengenai anggaran Pilkada tersebut, termasuk anggaran bagi KPU di tingkat pusat. Kemudian bagi daerah yang fiskalnya rendah dan tidak mampu membiayai penuh penyelenggaraan Pilkada, Kemendagri memandang perlunya dukungan dari pusat. “Kita juga sudah menyiapkan surat edaran mengenai pendanaan pilkada yang harus dianggarkan dalam APBD dan penatausahaan, selain itu kami juga mengusahakan penggunaan anggaran APBN, intinya fleksibilitas anggaran yang terukur, apalagi nanti direncanakan di setiap TPS juga ada Pengawas Lapangan (Panwaslap), sehingga juga menambah beban anggaran, serta antisipasi lokasi di kecamatan agar tetap terjaga ketertiban dan keamanan,” jelas Susilo yang kini juga menjabat Plt. Dirjen Otda. Sumber : http://www.kpu.go.id

Populer

Belum ada data.